I. SIKAP KERJA
Sikap dapat didefinisikan sebagai hasil penilaian atau evaluasi terhadap orang-orang atau kejadian-kejadian, apakah memuaskan, baik, menyenangkan, menguntungkan atau sebaliknya.
Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen yang efektif. Untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam manajemen yang efektif memerlukan dukungan karyawan yang cakap dan kompeten di bidangnya. Di sisi lain pembinaan para karyawan termasuk yang harus diutamakan sebagai aset utama perusahaan. Proses belajar harus menjadi budaya perusahaan sehingga keterampilan para karyawan dapat dipelihara, bahkan dapat ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas karyawan yang kompeten harus diperhatikan.
Karyawan yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin, dan kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. Karyawan yang profesional dapat diartikan sebagai sebuah pandangan untuk selalu perpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaannya (Hamid, et al., 2003: 40).
Pengertian di atas, menggambarkan bahwa penyempurnaan di bidang personalia hanya selalu mendapat perhatian untuk menuju karyawan yang professional dengan berbagai pendekatan dan kebijaksanaan. Untuk itu, diperlukan adanya pembinaan, penyadaran, dan kemauan kerja yang tinggi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Apabila karyawan penuh kesadaran bekerja optimal maka tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai.
Peningkatan sikap, perjuangan, pengabdian, disiplin kerja, dan kemampuan profesional dapat dilakukan melalui serangkaian pembinaan dan tindakan nyata agar upaya peningkatan prestasi kerja dan loyalilas karyawan dapat menjadi kenyataan. Salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah kepuasan kerja karyawan.
II. KEPUASAN KERJA
1. Apa Kepuasan Kerja Itu?
Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
· Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepusasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
· Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
· Karyawan yang menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak.
Tidak ada tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya dapat diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan pergantian (turnover) kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik. Sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja, dan turnover karyawan besar maka kepuasan kerja karyawan di perusahaan berkurang (Hasibuan, 2001: 202).
2. Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
Berkaitan dengan aspek-aspek yang relevan secara khusus, Kreitner dan Kinicki (1998) mengemukakan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan terdiri atas kepuasan terhadap pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja dan penyelia.
Blau (1998) mengemukakan bahwa selain terhadap hal-hal tersebut di atas, kepuasan kerja juga relevan terhadap penilaian prestasi. Ini berarti bahwa ;
1) Kepuasan Kerja adalah kepuasan terhadap setiap perlakuan yang mereka terima di tempat kerja, termasuk kepuasan terhadap evaluasi pekerjaan, seleksi, pemberian fasilitas dan tunjangan (benefits), insentif atau pemberhentian.
2) Kepuasan kerja bukan merupakan konsep yang berdimensi tunggal, melainkan berdimensi jamak. Seseorang bisa saja merasa puas dengan dimensi yang satu, namun tidak puas dengan dimensinya yang lain.
3. Faktor-Faktor Penentu Kepuasan Kerja
Dalam kaitannya dengan faktor-faktor penentu kepuasan kerja, beberapa peneliti (seperti misalnya, Glison dan Durick, 1988; Rousseau, 1978) mengemukakan bahwa variable-variabel tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1) Karakteristik pekerjaan, terdiri atas keanekaragaman keterampilan (skill variety), identitas tugas (task identify), keberartian tugas (task significance), otonomi (autonomy), dan umpan balik pekerjaan (feedback).
2) Karakteristik organisasi mencakup skala usaha, kompleksitas, formalisasi, sentralisasi, jumlah anggota kelompok, anggaran anggota kelompok, lamanya beroperasi, usia kelompok kerja dan kepemimpinan. .
3) Karakteristik Individu, terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan dan jumlah tanggungan.
2) Karakteristik organisasi mencakup skala usaha, kompleksitas, formalisasi, sentralisasi, jumlah anggota kelompok, anggaran anggota kelompok, lamanya beroperasi, usia kelompok kerja dan kepemimpinan. .
3) Karakteristik Individu, terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan dan jumlah tanggungan.
Menurut De Santis dan Durst (1996) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu :
1) Monetary, non monetary
2) Karakteristik pekerjaan (job characteristics)
3) Karakteristik kerja (work characteristics)
4) Karakteristik individu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan kinerjanya adalah :
1. faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan
2. faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya
3. faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi. Jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya
4. faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
4. Cara Mengukur Kepuasan Kerja
Untuk mengukur setiap konsep yang bersifat kualitatif (konstruk) digunakan sejumlah pertanyaan (daftar pertanyaan) yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Daftar pertanyaan yang digunakan bermacam-macam tergantung aspek pekerjaan mana yang akan diamati, namun semuanya berkaitan dengan upaya untuk memahami sikap karyawan terhadap perlakuan yang mereka rasakan di tempat kerja.
Alat ukur yang dapat digunakan dapat berupa :
1) The Brayfield-Rothe Index (BRI) digunakan oleh Bryfield dan Rothe
2) The Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) digunakan oleh Wiess et.al (1967)
3) The ob Descriptive Index (JDI), dikembangkan oleh Smith & Hulin (1969)
4) Pay Satisfaction Questionnaire (PSQ) oleh Heneman dan Schwab (1985)
5) Job Diagnostic Survey (JDS) dikembangkan oleh Hackman dan Oldham (1974)
Secara historis, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Masalahnya adalah terdapatnya karyawan yang kepuasan kerjanya tinggi tidak menjadi karyawan yang produktivitasnya tinggi. Banyak pendapat mengemukakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi, terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja, bukan sebaliknya. Prestasi kerja lebih baik mengakibatkan penghargaan lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja mereka.
Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi kerja di waktu yang akan datang. Jadi, hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berlanjut. Menurut Strauss dan Sayles (1980) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Dessler (1982) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja (Lih. Handoko, 2001: 196). Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama untuk menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja perusahaan.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan motivasi, kesetiaan ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Harold E. Burt mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja adalah :
1) faktor hubungan antar karyawan, antara lain :
· hubungan antara manajer dengan karyawan
· faktor fisik dan kondisi kerja,
· hubungan sosial di antara karyawan
· sugesti dari teman sekerja, (e) emosi dan situasi kerja
2) faktor indivual, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, dan jenis kelamin
3) faktor luar (extern), yang berhubungan dengan keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (training, up grading, dan sebagainya).
III. KOMITMEN ORGANISASI
1. Apa Itu Komitmen Organisasi ?
Komitmen organisasi dapat didefiniskan dengan dua cara yang sangat berbeda
1) Menurut Porter et.al (1974), komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu.
2) Menurut Becker (1960), menggambarkan komitmen sebagai kecenderungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain (berhenti bekerja).
2. Jenis-jenis Komitmen Organisasi
Jenis-jenis Komitmen Organisasi :
1) Menurut Allen dan Meyer (1990) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah konsep yang memiliki tiga dimensi, yaitu :
1) Affective Commitment adalah tingkat seberapa jauh seorang karyawan secara emosi terikat, mengenal dan terlibat dalam organisasi.
2) Continuance Commitment adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit,
3) Normative Commitment merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara psychological terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan dll.
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa sebagai anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif yang menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
2) Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers
Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang didefinisikan sebagai kekuatan relatif suatu identifikasi dan keterlibatan individu terhadap organisasi tertentu (Mowday, dkk. 1982 : 27)
Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku.
· Sikap mencakup :
Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Tampil melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai perusahaan, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
· Keterlibatan dengan peranan pekerjaan di organisasi tersebut, karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua pekerjaan yang diberikan padanya.
· Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya keterikatan emosional dan keterikatan antara perusahaan dengan karyawan. Karyawan dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap perusahaan.
3. Alat Ukur Yang Digunakan
Alat yang digunakan untuk mengukur komitmen organisasi adalah kuesioner. Daftar pertanyaan yang biasanya digunakan adalah :
1) Organizational Commitment Quetionnaire (OCQ), yaitu daftar pertanyaan yang dirancang oleh Mowday, Steer dan Porter (1979) yang terdiri atas 15 buah pertanyaan.
2) Affective Commitment Scale (ACS), terdiri atas 8 buah pertanyaan
3) Continuance Commitment Scale (CCS) terdiri atas 8 buah pertanyaan
4) Normative Commitment Scale (NCS),terdiri atas 8 buah pertanyaan.
IV. PERILAKU KARYAWAN
Perilaku adalah tingkah laku atas tingkah laku yang tidak dapat terlihat dari luar, misalnya keinginan untuk pindah (intent to leave) dan ada yang dapat dengan jelas dilihat dari luar, misalnya perputaran tenaga kerja dan ketidakhadirin.
Dari teori dapat diketahui bahwa ketidakpuasan atau kepuasan yang rendah akan meningkatkan perputaran tenaga kerja dan ketidakhadiran.
a. Perputaran Tenaga Kerja
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perputaran kerja dapat diperoleh dari bagian personalis, namun karena untuk memperoleh data tersebut umumnya sukar maka untuk itu digunakan konsep perilaku yang tidak langsung dapat dilihat yaitu keinginan untuk pindah (intent to leave)
b. Ketidakhadiran
Mengukur ketidakhadiran dengan tiga macam data (Hammer dan Landau,1982) :
1. Waktu yang hilang (jumlah jam ketidakhadiran yang tidak dicatat.
2. Frekuensi (jumlah waktu ketidakhadiran yang tidak tercatat).
3. Ketidakhadiran yang tercatat (jumlah jam ketidakhadiran)