contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Kamis, 21 Oktober 2010


1.      Pengantar
Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Beberapa definisi motivasi, yaitu :
1.      Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.
2.      Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
3.      Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.
4.      Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.
5.      Selanjutnya, Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan.
6.      Chung dan Megginson mendefinisikan motivasi sebagai perilaku yang dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi juga berkaitan dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan.
7.      Menurut Wexley & Yukl (1977) mengemukakan motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif. Dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai.
Motivasi dapat berupa :
  1. Motivasi intrinsic
Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya.
  1. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Adapun cirri-ciri daripada motif individu adalah sebagai berikut :
1.      Motif adalah majemuk
Dalam suatu perbuatan tidak hanya mempunyai satu tujuan tetapi beberapa tujuan yang berlangsung bersama-sama. Misalnya seorang karyawan yang melakukan kerja giat, dalam hal ini tidak hanya karena ingin lekas naik pangkat, tetapi juga ingin diakui atau dipuji, dapat upah yang tinggi dan sebagainya
2.      Motif dapat berubah-ubah
Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan. Ini disebabkan karena keinginan manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau kepentingannya. Misalnya, seorang karyawan pada suatu ketika menginginkan gaji yang tinggi, pada waktu yang lain menginginkan pimpinan yang baik, atau kondisi kerja yang menyenangkan. Dalam hal ini nampak bahwa motif sangat dinamis dan geraknya mengikuti kepentingan-kepentingan individu.
3.      Motif berbeda-beda bagi individu
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama, tetapi ternyata terdapat perbedaan motif. Misalnya, dua orang karyawan yang bekerja pada suatu mesin yang sama dan pada ruang yang sama pula, tetapi motivasinya bisa berbeda. Yang seorang menginginkan teman kerja yang baik, sedang yang lain menginginkan kondisi kerja yang menyenangkan.
4.      Beberapa motif tidak disadari oleh individu
Banyak tingkah laku manusia yang tidak disadari oleh pelakunya. Sehingga beberapa dorongan (needs) yang muncul seringkali karena berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan lalu ditekan di bawah sadarnya. Dengan demikian seringkali kalau ada dorongan dari dalam yang kuat sekali menjadikan individu yang bersangkutan tidak bisa memahami motifnya sendiri.

2.      Hakekat Kerja
Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan.
Factor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsure suatu kegiatan social, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga untuk mendapatkan imbalan hasil kerja yang berupa fikiran menggantungkan hidupnya kepada perusahaan dengan menerima upah atau gaji dari hasil kerjanya itu. Jadi pada hakekatnya orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.
Menurut Mc. Groger (dikutip dari Smith & Wakeley, 1972), seseorang itu bekerja karena bekerja itu merupakan kondisi bawaan seperti bermain atau beristirahat, untuk aktif dan mengerjakan sesuatu. Kemudian Smith dan Wakeley menambahkan dengan teorinya yang menyatakan bahwa seseorang didorong untuk beraktivitas karena dia berharap bahwa hal ini akan membawa pada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sekarang.
Jadi bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Dan aktivitas ini melibatkan baik fungsi fisik maupun mental. Pendapat dari Gilmer (1971), bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivitas manusia baik fisik maupun mental yang dasarnya adalah bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapatkan kepuasan. Ini tidak berarti bahwa semua aktivitas itu adalah bekerja, hal ini tergantung pada motivasi yang mendasari dilakukannya aktivitas tersebut.

3.      Job Performance
Membahas mengenai motivasi kerja tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai job performance. Hal ini disebabkan oleh karena motivasi kerja adalah merupakan bagian yang penting dari tingkah laku kerja tersebut.
Pada umumnya, job performance  diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan (Maier, 1965). Lawler dan Porter (1967) menyatakan bahwa job performance adalah “Succesful role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Dari batasan-batasan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan job performance adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang di dalam melakukan tugas pekerjaannya dinamakan level of performance oleh Vroom (1964(.
Disini nampak jelas bahwa pengertian job performance itu lebih sempit sifatnya, yaitu hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya. Biasanya orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance rendah.

4.      Teori Motivasi
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa.

  1. Teori Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)
 
Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrensic faktor), yang permunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian A. Maslow (1954), membuat “need hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Bagaimanapun juga, individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia itu dapat digolongkan dalam lima tingkatan, yaitu :

1.      Physiological Needs (kebutuhan yang bersifat biologis)
Misalnya : sandang, pangan dan tempat berlindung, sex dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan ke bumi ini.
2.      Safety Needs (Kebutuhan rasa aman)
Kalau ini dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan keamanan jiwanya sewaktu bekerja. Selain itu juga perasaan aman akan harta yang ditinggal sewaktu mereka bekerja.perasaan aman juga menyangkut terhadap masa depan karyawan.
3.      Social Needs (Kebutuhan-kebutuhan sosial)
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut :
a. kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dimana dia hidup dan bekerja
b. kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting
c. kebutuhan untuk bisa berprestasi
d. kebutuhan untuk ikut serta
4.      Esteem Needs (Kebutuhan akan harga diri)
Situasi yang ideal ialah apabila prestise itu timbul akan prestasi. Akan tetapi tidak selalu demikian halnya. Dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang maka semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu
5.      Self Actualization (Ingin berbuat yang lebih baik)
Setiap manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadinya. Oleh sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang paling baik. (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

  1. Teori Motivasi Edwards (1959)
Menurut Edwards (1959), yang dikutip oleh Ruch (1972), kebutuhan-kebutuhan yang dapat mempengaruhi motivasi individu, diklasifikasikan menjadi 15 kebutuhan (intrinsik) yang terdapat pada manusia dengan kekuatan yang berbeda-beda, yaitu :
1.      Achievement
Kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses, untuk mencapai prestasi yang tinggi
2.      Deference
Kebutuhan mengikuti pendapat orang lain, mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan, memuji-muji orang lain, menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan.
3.      Order
Kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur, yang berhubungan dengan kerapian, mengorganisasi secara detail terhadap pekerjaannya, melakukan kebiasaan sehari-hari secara teratur
4.      Exhibition
Kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain, berusaha untuk menjadi pusat perhatian. Nampak dalam tindakan dan cara bicaranya, yang menyebabkan dirinya diperhatikan orang lain (pandai berbicara dan melawak)
5.      Autonomy
Kebutuhan untuk mandiri, tidak mau tergantung pada orang lain atau tidak mau diperintah orang lain
6.      Affiliation
Kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang lain, setia terhadap temannya, berpartisipasi dalam kelompoknya, suka menulis surat kepada teman-temannya atau langganan-langganannya
7.      Intraception
Kebutuhan untuk memahami perasaan orang lain, mengetahui tingkah laku orang lain
8.      Succorance
Kebutuhan untuk mendapatkan bantuan orang lain, simpati, atau juga mendapatkan kasih sayang (Afeksi) dari orang lain
9.      Dominance
Kebutuhan untuk bertahan pada pendapatnya, menguasai, memimpin, menasehati orang lain
10.  Abasement
Kebutuhan yang menyebabkan individu merasa berdosa apabila ada kesalahan, merasa perlu diberi hukuman apabila tindakannya tidak benar
11.  Nurturance
Kebutuhan untuk membantu atau menolong orang lain apabila mereka dalam kesusahan, simpati dan berbuat baik terhadap orang lain
12.  Change
Kebutuhan untuk membuat pembaharuan-pembaharuan, tidak mempunyai hal-hal yang bersifat rutin, senang bepergian, membuat pertemuan dengan orang lain
13.  Endurance
Kebutuhan yang menyebabkan individu bertahan pada suatu pekerjaan sampai selesai, tidak suka diganggu apabila sedang bekerja
14.  Heterosexuality
Kebutuhan yang mendorong aktivitas sosial individu dalam mendekati lawan jenisnya, mencintai lawan jenisnya, ingin dianggap menarik oleh lawan jenisnya
15.  Aggresion
Kebutuhan untuk mengkritik pendapat orang lain, membantah pendapat orang lain, menyalahkan orang lain, senang terhadap kekerasan.

  1. Teori Motivasi Herzberg (1966)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik

  1. Teori Motivasi Douglas Mcgregor
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X :
·       Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
·        Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
·        Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
·        Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y :
·        Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
·        Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
·        Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen

  1. Teori Motivasi Vroom (1964)
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

  1. Teori Achievement Mc Clelland (1961)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
·        sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
·        menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
·        menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

  1. Clayton Alderfer ERG
 Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
·        Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
·        Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
·        Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

5.      Tips Motivasi
Anda bisa lakukan cara-cara berikut, agar kegairahan dalam bekerja dapat tetap terjaga :
1.      Anda tahu tujuan Anda bekerja
Anda harus memiliki visi dalam hidup untuk memotivasi diri. Visi tersebut berupa gambaran akan kondisi yang lebih baik dari sekarang, menyenangkan, kebahagiaan lahir-batin. Jika kita memiliki cita-cita, tentunya kita akan senantiasa berusaha mewujudkannya. Buatlah harapan, susunlah perencanaan yang baik, tuliskan target-target Anda. Jika kita mempunyai ambisi seperti itu, maka kita pun akan senantiasa terdorong untuk bekerja dengan lebih baik lagi dan berprestasi.
2.      Komunikasi dengan Keluarga
Jika ada permasalahan yang mengganggu, sebaiknya komunikasikan dengan teman atau kerabat dekat. Orangtua atau istri Anda bisa menjadi teman berbagi. Kadangkala, kerumitan yang ada dalam pikiran kita bisa segera terpecahkan jika ada seseorang yang memberikan sumbang saran dan motivasi. Bisa jadi, perspektif berpikir Anda akan terbuka karena istri atau orang yang Anda curhati.
3.      Ikuti Seminar-seminar Pemberdayaan Diri
Banyak sekali seminar-seminar pemberdayaan diri yang bisa kita sambangi. Mulai dari seminar entrepeneurship, internet marketing, motivasi dan kepribadian. Para trainer tersebut akan menulari kita dengan gairah dan motivasi, sehingga kita akan terinspirasi serta tergerak untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.
4.      Lakukan Outbond
Salah satu yang cukup efektif untuk mengusir kejenuhan dan meningkatkan gairah kerja adalah dengan outbond. Agendakan dengan atasan dan rekan kerja untuk melakukan kegiatan tersebut. Dengan adanya kegiatan outbond, akan mencairkan batasan mental antara atasan-bawahan atau sesama rekan kerja.
5.      Agendakan Aktivitas Rekreatif di Luar Kantor
Coba agendakan juga acara yang dapat diikuti oleh rekan-rekan sekerja. Makan malam atau olahraga misalnya. Hal itu akan menambah keakraban sesama. Tentunya dengan keakraban di antara teman sekantor, akan membuat kenyamanan dalam bekerja.

0

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e:
:f: :g: :h: :i: :j:
:k: :l: :m: :n: :o:

Posting Komentar

sedikit coretan perkuliahan